Gawat, Konflik Basuki-Anies Rupanya Bikin Normalisasi Sungai Terhenti Sejak 2018

Jumat, 3 Januari 2020 07:59 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Banjir Jakarta 2020
Iklan

Debat kusir antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono jelas kurang wajar. Apalagi hal itu terjadi ketika masyarakat sedang bergulat dengan bencana banjir.

Debat kusir  antara  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono jelas kurang wajar. Apalagi hal itu terjadi ketika masyarakat sedang bergulat dengan bencana banjir.

Intinya Menteri Basuki menekankan pentingnya melanjutkan normalisasi 13 sungai di Jakarta, terutama Sungai Ciliwung, yang selama ini terhenti.  Namun Gubernur Anies mendebatnya dengan argumen bahwa normalisasi kurang efektif jika “air dari selatan” atau  hulu tidak dikendalikan. Perdebatan itu terjadi setelah keduanya memantau banjir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah muncul fakta, bahwa banjir kali tidak disebabkan oleh faktor hulu, terutama pada banjir pagi hingga siang, 1 Januari  20210, Anies bikin argumen lain.  Ia menggambarkan bahwa kawasan Sungai yang dinormalisasi selama ini juga masih banjir.

Perdebatan seperti amat itu merisaukan karena membikin proyek penanganan banjir tidak berjalan mulus.

Normalisasi Stop sejak 2018
Dalam mengatasi banjir, Pemerintah DKI dan pemerintah pusat  memang perlu kompak. Pemerintah pusat berwenang atas kebijakan sungai. Adapun pemerindah daerah berwenang atas penataan lahan di sekitarnya serta pemeliharaan sungai.

 

Apa yang dikeluhkan Menteri Basuki sekarang tentang normalisasi Ciliwung sebetulnya sudah diungkap oleh anak buahnya sejak  2018.   Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah pernah menuturkan bahwa  target normalisasi kali adalah sepanjang 33 km.  Yang tercapai baru 16 km karena Pemprov DKI tak bisa membebaskan lahan.

Bambang juga seluruh normalisasi kali baru berjalan 48 persen pada 2013 hingga 2017. Dia menuturkan anggaran tersebut dikembalikan ke kas negara. Jadi, "Semenjak tahun 2018 ini tidak ada lagi kegiatan normalisasi," kata ujarnya , 9 Oktober 2018.

 Kali yang belum selesai normalisasinya, meliputi Kali Angke ( 6 kelurahan), Pesanggrahan (21 kelurahan), Kali Krukut: (12 kelurahan), Ciliwung: (28 kelurahan),  Kanal Banjir Barat (10 kelurahan), Ciliwung Lama (9 kelurahan), Sunter  (23 kelurahan), Kali Cipinang (12 kelurahan), dan Cengkareng Drain (8 kelurahan)

Selanjutnya: Apa rencana 2020
<--more-->

Apa rencana 2020
Bambang Hidayah mengatakan pihaknya akan melakukan normalisasi dan naturalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 1,5 kilometer pada 2020.  "Lokasinya ada di Pejaten Timur, Jakarta Selatan," kata Bambang , 12 September 2019.

Anggaran proyek itu kecil,  sebesar Rp 26 miliar. Adapun normalisasi sungai Ciliwung sepanjang 17 kilometer  masih menunggu pembebasan lahan yang akan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta.

Soal pembebasan lahan itu tampak juga akan tertunda lagi. Pemerintah DKI  sempat menyiapkan anggaran sekitar Rp 160 miliar.  Tapi karena APBD 2020 terancam defisit, anggaran itu dicoret. Dengan kata lain tak ada lagi normalisasi sungai besar-besaran hasil kolaborasi pemerintah pusat dan daerah pada 2020 ini.

Apa yang dilakukan Gubernur Anies
Sejak 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melontarkan  konsep naturalisasi sungai bisa dikerjakan di Jakarta. Anies mengatakan konsep tersebut sudah bisa direalisasikan di Singapura.

"Baiknya lihat beberapa contoh proyek yang sebelumnya beton lalu menjadi natural. Paling mudah di Singapura, lihat situ aja," kata Anies , Oktober 2018.  Konsep ini kemudian diterapkan dengan mengeluarkan Peraturan  Gubernur no 31/2019 yang diterbitkan pada Maret tahun lalu.

Selanjutnya: Masalahnya proyek...

<--more-->

Masalahnya  proyek naturalisasi Pemda DKI  yang berbiayai ratusan miliar itu hingga kini juga belum terlihat hasilnya. Efektivitasnya untuk mencegah banjir juga diragukan.  Bahkan Ketua   Fraksi PDI Perjuangan  di DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mengecam keras.

"Perlu ada pemetaan masalah dan solusi yang lebih baik lagi terkait banjir.  Program vertical drainage (memasukkan air hujan ke dalam bumi/tanah) yang sangat dibanggakan oleh Pak Gubernur ternyata tidak menjadi solusi," ujarnya, 2 Januari 2020.

Dampak konflik DKI vs pusat
Perbedaan  konsep penanganan banjir itu menyebabkan tidak mulusnya kerja sama Pemdak DKI dan pemerintah pusat.  Padahal pemerintah  pusat sudah menyediakan anggaran untuk normalisasi.  Selama ini Menteri Basuki juga sudah membuat waduk  pencegah banjir di Ciawi  yang akan rampung tahun ini.

Bahkan untuk proyek yang lebih sifgnifikan seperti membuat sodetan Ciliwung pemeritah pusat juga  mau membiayainya. Hanya, pemerintah DKI harus membebaskan lahan.  Tapi justru masalah pembebasan lahan ini yang tersendat..  

Masyarakat boleh jadi kurang terlalu peduli soal konsep penanganan banjir, mau normaliasai atau naturalisasi.  Yang penting jalan dan bukanya terhenti.

***

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler